ARTIKEL
PENGANTAR
BISNIS
TANGGUNG
JAWAB SOSIAL
2012/2013
Yolenta
Flonsari
1EB25
27212851
ARTIKEL
TANGGUNG
JAWAB SOSIAL
tanggung jawab sosial (social corporate
responsibility) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis.
Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan
perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. Oleh karena itu berkaitan pula
dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu atau sekelompok mengenai
benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan tata cara yang menguji
standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.[1]
Disini etika bisnis adalah pengaturan khusus mengenai
moral, benar dan salah. Fokusnya kepada standar-standar moral yang diterapkan
dalam kebijakan-kebijakan bisnis, institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini
etika bisnis adalah suatu kegiatan standar moral dan bagaimana penerapannya
terhadap sistem-sistem dan organisasi melalui masyarakat modern yang
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dan kepada mereka yang
bekerja di organisasi tersebut. Etika bisnis, dengan kata lain adalah bentuk
etika terapan yang tidak hanya menyangkut analisis norma-norma moral dan
nilai-nilai moral, tetapi juga menerapkan konklusi analisis ini terhadap
lembaga-lembaga, teknologi, transaksi, aktivitas-aktivitas yang kita sebut
bisnis.[2]
Disamping itu tanggung jawab sosial perusahaan
berkaitan dengan teori utilitarisme sebagaimana diutarakan Jeremy Bentham.
Menurut utilitarisme suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa
kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar (the greatest good
for the greatest number), dengan perkataan lain kalau memaksimalkan
manfaat.[3]
Hal itu dapat dipahami dari bila perusahaan melakukan
kegiatan bisnis demi mencari keuntungan dan juga ikut memikirkan kebaikan,
kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut melakukan berbagai kegiatan
sosial yang berguna bagi masyarakat. Kegiatan sosial tersebut sangat beragam,
misalnya menyumbangkan dan untuk membangun rumah ibadah, membangun prasarana
dan fasilitas sosial dalam masyarakat, seperti listrik, air, jalan, tempat
rekreasi, melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut
membersihkan sungai dari polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang
tinggal di sekitar perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang
kurang mampu ekonominya, dan seterusnya.[4]
Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir,
muncul gagasan yang lebih konfrehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial
perusahaan ini. Paling kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap
dan diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan.[5]
Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan
sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk
dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk
terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab
sosial dan moral perusahaan di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut
melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat.
Kedua, perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak
untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut
dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Demikian pula,
sampai tingkat tertentu, masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional
bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut.
Karena itu, keterlibatan sosial merupakan balas jasa terhadap masyarakat.
Ketiga, dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai
kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak
melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan
kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial,
perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab terhadap masyarakat
dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat
melalui kegiatan bisnis tertentu.
Keempat, dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut
menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan
tersebut akan lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada
gilirannya akan membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut, dan
dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan
menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti
keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial juga akhirnya punya
dampak yang positif dan menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan
tersebut di tengah masyarakat tersebut.
Perkembangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
World Business Council for Sustainable Development
memberikan definisi Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai:
“business’ commitment to contribute to sustainable
economic development, working with employees, their families, the local
community, and society at large to improve their quality of life.” [6]
Yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai,
keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan
kualitas hidup bersama.
Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan:
“Continuing commitment by business to behave
ethically and contribute to economic development while improving the quality of
life of the workforce and their families as well as of the local community and
society at large” [7]
Yaitu komitmen dunia usaha yang terus-menerus untuk
bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan
dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan
masyarakat secara lebih luas.
Di negara lain seperti Amerika Serikat, CSR telah
berkembang menjadi etika bisnis yang begitu penting dan memberikan tekanan bagi
perusahaan-perusahaan untuk mengimplementasikannya. Pentingnya CSR juga dapat
kita lihat dari beberapa pernyataan eksekutif perusahaan besar yang ada di
sana. Seperti contohnya CEO Kellog yang menyatakan bahwa terdapat berbagai
kriteria suatu perusahaan yang sukses. Kriteria yang utama adalah keuntungan
dan naiknya nilai saham. Namun ada kriteria lain yang sangat penting untuk kita
pegang, yaitu tanggung jawab sosial.[8] Phil Knight, CEO Nike juga turut menyatakan
bahwa keberhasilan Nike dan setiap perusahaan global pada abad 21 ini diukur
melalui dampak yang kami hasilkan kualitas kehidupan masyarakat, selain
melalui kenaikan harga saham maupun margin keuntungan.[9]
Pada tahun 2002 berdasarkan hasil survei KPMG, suatu
firma profesional di Amerika Serikat yang bergerak di bidang jasa, terhadap 250
perusahaan besar, telah terjadi peningkatan yang signifikan atas jumlah
perusahaan yang melaporkan bentuk tanggung jawab sosial mereka (CSR), yaitu
dari 35 % pada tahun 1999 menjadi 45 % pada tahun 2002. [10] Adapun bentuk CSR yang menjadi trend di
Amerika Serikat, antara lain seperti kontribusi uang tunai, grants, paid
advertising, promotional sponsorship, technical expertise, in-kind
contributions, employee volunteers. [11]
Implementasi CSR diawali dengan diajukannya Corporate
Social Initiatives (inisiatif sosial perusahaan). Inisiatif sosial
perusahaan dapat didefinisikan sebagai major activities undertaken by a
corporation to support social causes and to fulfill commitments to corporate
social responsibility, yaitu berbagai kegiatan atau aktivitas utama
perusahaan yang dilakukan untuk mendukung aksi sosial guna memenuhi komitmen
dalam tanggung jawab sosial perusahaan. [12]
Inisiatif sosial dapat langsung berasal dan
dilakukan oleh perusahaan terkait, ataupun dapat merupakan inisiatif atau
proposal yang berasal dari pihak lain seperti lembaga non-profit, dan
inisiatif sosial kemudian diwujudkan dalam bentuk kerjasama di antara kedua
belah pihak.
Di Ameriksa Serikat, terlihat kecenderungan
perusahaan-perusahaan yang melihat CSR tidak lagi menjadi kewajiban yang dapat
membebani perusahaan, tetapi justu dapat dijadikan sebagai alat atau strategi
baru dalam hal pemasaran atau marketing perusahaan. Dalam suatu artikel
di Harvard Business Review tahun 1994, Craig Smith mengetengahkan “The
New Corporate Philanthropy,” yang menjelaskan sebagai suatu
perpindahan kepada bermunculannya komitmen-komitmen jangka panjang
perusahaan-perusahaan untuk memperhatikan atau turut serta dalam suatu
inisiatif atau permasalahan sosial tertentu, seperti memberikan lebih banyak
kontribusi dana, dan hal ini dilakukan dengan cara yang juga akan dapat
mencapat tujuan-tujuan atau sasaran bisnis perusahaan. [13]
Dalam artikelnya, Smith juga memberikan beberapa
ulasan singkat dalam sejarah yang menjadi tolak ukur perubahan atau evolusi
atas pandangan perusahaan-perusahaan terhadap CSR di Amerika Serikat. Sekitar
tahun 1950-an, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menarik segala
restriksi hukum dan menyatakan tidak berlaku segala aturan tidak tertulis yang
menghalangi keterlibatan perusahaan dalam isu-isu sosial. [14] Sehingga, pada tahun 1960-an, dengan telah
ditariknya halangan-halangan tersebut diatas, perusahaan-perusahaan mulai
merasakan adanya tekanan atas diri mereka untuk menunjukkan tanggung jawab
sosial mereka, dan banyak perusahaan yang mulai mendirikan in-house
foundations atau unit khusus untuk menangani hal ini. [15] Pada tahun 1970-an dan 1980-an, banyak
perusahaan yang cenderung menyokong isu-isu sosial yang paling tidak terkait
dengan bisnis perusahaan mereka, menyokong beraneka ragam isu sosial (tidak
terpaku hanya satu), dan bentuk tanggung jawab sosial disalurkan melalui suatu
yayasan atau unit lain yang terpisah dari perusahaan. Hal ini dapat
dilihat dalam kasus Exxon Valdez Oil Spill (tumpahan minyak Exxon) pada
tahun 1989.[16]
Pada tahun 1990-an, cara pandang pun berubah
dimana CSR suatu perusahaan tidak hanya diarahkan untuk turut mencapai
sasaran-sasaran bisnis perusahaan, tapi perseroan tersebut juga harus menyokong
kegiatan-kegiatan dengan memanfaatkan keahlian dalam bidang pemasaran (marketing
expertise), bantuan teknis perseroan (technical assistance),
dan sukarelawan dari kalangan pegawai. [17]
David Hess, Nikolai Rogovsky, dan Thomas W.Dunfee
menyatakan bahwa salah satu faktor yang turut mengubang cara pandang terhadap
CSR adalah “moral marketplace factor,” yang menambah
pentingnya penerimaan atau cara pandang terhadap moralitas suatu perusahaan (corporate
morality) yang akan turut mempengaruhi konsumen, investor dan para pegawai
dalam memilih ataupun berinvestasi. [18]
Dari pemaparan diatas, secara garis besar, ada 2
bentuk pendekatan terhadap CSR, yaitu pendekatan tradisional (traditional
approach) dan pendekatan baru (new approach). Dalam pendekatan
tradisional, CSR oleh perusahaan-perusahaan hanya dipandang oleh sebagai
kewajiban semata (fulfilling an obligation), sedangkan dalam pendekatan
baru, CSR tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi
juga dapat turut membantu mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan.[19]
Di Amerika Serikat juga beredar wacana bahwa apabila
suatu perusahaan berpartisipasi dalam isu-isu sosial, tidak hanya perusahaan
tersebut akan kelihatan baik di mata para konsumen, investor, dan analis
keuangan, tapi perusahaan tersebut akan memiliki reputasi yang baik di mata
Congress, atau bahkan di dalam ruang pengadilan apabila terlibat dalam suatu
perkara. [20]
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business
for Social Responsibility[21], adapun manfaat yang dapat diperoleh oleh
suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain :
- Peningkatan
penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market share)
- Memperkuat
posisi nama atau merek dagang (strengthened brand positioning)
- Meningkatkan
citra perusahaan (Enhanced corporate image and clout)
- Meningkatkan
kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan pegawai (Increased
ability to attract, motivate, and retain employees)
- Menurunkan
biaya operasi (Decreasing operating cost)
- Meningkatkan
daya tarik bagi investor dan analis keuangan (Increased appeal to
investors and financial analysts)
Lebih lanjut, pentingnya CSR terlihat dari hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility
pada tahun 1999 terhadap 25.000 responden di 23 negara, yang menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. 90 % reponden menghendaki setiap
perusahaan untuk memikirkan masalah CSR selain keuntungan.
2. 60 % responden mengatakan bahwa bentuk
perusahaan yang bagus itu didasari kepada persepsi pada CSR.
3. 40 % responden mengatakan bahwa mereka
memiliki pandangan negative atau akan berkata negative terhadap sutau
perusahaan yang tidak melakukan CSR.
4. 17 % responden mengatakan akan menghindar
untuk berhubungan dengan perusahaan yang tidak memiliki tanggung jawab sosial. [22]
Hasil uraian dan beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa CSR memberikan
banyak keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikannya.
Dengan kata lain, sembari memenuhi kewajiban sosial, suatu perusahaan dapat
turut serta meraih keuntungan bisnis. Di Indonesia sendiri, hal ini juga pasti
akan sanget menguntungkan. Banyak perusahaan-perusahaan yang telah berhasil
mengimplementasikan CSR dan turut memanfaatkannya untuk mendatangkan keuntungan
perusahaan, dan tidak lagi memandangnya sebagai suatu kewajiban belaka.
Perusahaan-perusahaan yang lain yang belum dapat turut menggunakan pendekatan
ini. Perusahaan-perusahan yang ingin menerapkan CSR dapat memilih berbagai
macam bentuk inisiatif sosial.
Kotler dan Lee menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi
untuk “berbuat kebaikan” (Six options for Doing Good) sebagai inisiatif
sosial perusahaan yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR, yaitu : [23]
- Cause
Promotions
Suatu perusahaan dapat memberikan dana atau berbagai
macam kontribusi lainnya, ataupun sumber daya perusahaan lainnya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu, ataupun
dengan cara mendukung pengumpulan dana, partisipasi dan rekruitmen sukarelawan
untuk aksi sosial tertentu.
Contohnya perusahaan kosmetika terkemuka di Inggirs, The
Body Shop, mempromosikan larangan untuk melakukan uji produk terhadap
hewan. The Body Shop sendiri. mengklaim bahwa produk-produk yang
dijualnya tidak diuji coba terhadap hewan. Hal ini dapat dilihat pada
kemasan produk-produk The Body Shop yang mencantumkan kata-kata against
animal testing.
2.
Cause-Related Marketing
Suatu perusahaan dalam hal ini berkomitmen untuk
berkontribusi atau menyumbang sekian persen dari pendapatannya dari penjualan
suatu produk tertentu miliknya untuk isu sosial tertentu.
Contohnya seperti Unilever yang memberikan sekian
persen dari penjualan sabun produksinya, Lifebuoy, untuk meningkatkan kesadaran
hidup bersih dalam masyarakat, dengan cara membangun fasilitas kamar kecil dan
wastafel di sekolah-sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Kemudian
Danone, yang juga merupakan produsen air mineral AQUA
memberikan sekian persen hasil penjualannya untuk membangun jaringan air bersih
di daerah sulit air di Indonesia.
3. Corporate Social Marketing
Suatu perusahaan dapat mendukung perkembangan atau pengimplementasian
kampanye untuk merubah cara pandang maupaun tindakan, guna meningkatkan
kesehatan publik, keamanan, lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat.
Contohnya seperti Unilever yang memrpoduksi pasta gigi Pepsodent mendukung
kampanye gigi sehat. Kemudian Phillip Morris di Amerika Serikat mendorong para
orang tua untuk berdiskusi dengan anak-anak mereka mengenai konsumsi
tembakau.
4. Corporate Philanthropy
Dalam hal ini, suatu perusahaan secara langsung
dapat memberikan sumbangan, biasanya dalam bentuk uang tunai.
Pendekatan ini merupakan bentuk implementasi tanggung jawab sosial yang paling
tradisional. Contohnya suatu perusahaan dapat langsung memberikan bantuan
uang tunai ke panti-panti sosial, ataupun apabila tidak uang tunai, dapat
berupa makanan ataupun alat-alat yang diperlukan.
5. Community Volunteering
Dalam hal ini, perusahaan dapat mendukung dan
mendorong pegawainya, mitra bisnis maupun para mitra waralabanya untuk menjadi
sukarelawan di organisasi-organisasi kemasyarakatan lokal. Contohnya suatu
perusahaan dapat mendorong atau bahkan mewajibkan para pegawainya untuk
terlibat dalam bakti sosial atau gotong-royong di daerah dimana perusahaan itu
berkantor. Contoh lainnya seperti perusahaan-perusahaan yang memproduksi
komputer ataupun piranti lunak mengirim orang-orangnya ke sekolah-sekolah untuk
melakukan pelatihan-pelatihan langsung menyangkut keterampiran komputer.
6.
Socially Responsible Business Practices
Misalnya perusahaan dapat mengadopsi dan melakukan
praktek-praktek bisnis dan investasi yang dapat mendukung isu-isu sosial guna
meningkatkan kelayakan masyarakat (community well-being) dan juga
melindungi lingkungan. Seperti contohnya Starbucks bekerjasama dengan Conservation
International di Amerika Serikat untuk mendukung petani-petani guna
meminimalisir dampak atas lingkungan mereka.
Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sebelum lahirnya Undang-undang Penanaman Modal dan
Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru, tanggung jawab sosial perusahaan
atau Corporate Social Responsibility merupakan etika bisnis yang tidak
tertulis di Indonesia. Namun kini etika ini telah normatif dengan
diundangkannya Undang-undang No.40 tahun 2007 dan Undang-undang No.25 tahun
2007.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, pasal 15 menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban :
- menerapkan
prinsip tata kelola perusahaan yang baik
- melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan
- membuat
laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal
- mematuhi
semua ketentuan peraturan perundang-undangan. [24]
Penjelasan atas Pasal 15 (b) lebih lanjut menerangkan
bahwa ”tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat
pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang
serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya
masyarakat setempat.[25]
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas pasal 74 yang menentukan bahwa:
(1)
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(2)
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran
(3)
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah. [26]
Dalam penjelasan Pasal 74 ayat (3) dijelaskan lebih
lanjut bahwa yang dimaksud ”dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait.[27]
Penutup
Berbagai hal mengenai tanggung jawab sosial perusahaan
(CSR) sebagaimana diuraikan diatas pada gilirannya kini sudah normatif.
Oleh karena itu manajemen perusahaan harus bisa mengoperasikannya di lapangan,
sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun
2007 dan Undang-undang Penanaman Modal No.25 tahun 2007. Perusahaan-perusahaan
di Indonesia dapat menggunakan CSR tidak hanya terbatas implementasi kewajiban
belaka, tetapi dapat memanfaatkannya sebagai metode untuk mencapai sasaran
bisnis perusahaan.
Akhirnya, baik dipahami komentar dari William Clay
Ford, Jr., Ketua Dewan Direksi Ford Motor, yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan antara perusahaan yang baik (good) dengan perusahaan sangat
baik (great). Perusahaan yang baik menawarkan produk dan layanan
yang memuaskan (excellent). Perusahaan besar tidak hanya menawarkan
produk dan layanan yang excellent, tetapi juga turut berusaha menciptakan dunia
yang lebih baik. [28]
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K., “Pengantar Etika Bisnis”,Yogyakarta :
Kanisus, 2000.
Keraf, A. Sonny, “Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya”, Yogyakarta : Kanisus, 2002.
Kotler, Philip, and Nancy Lee, Corporate Social
Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause,
Hoboken, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc, 2005.
Velasquez, Manuel G., “Business Ethics Concepts and
Cares”, London : Prentice Hall International, 2002.
Wibisono, Yusuf, Membedah Konsep & Aplikasi
CSR (Corporate Social Responsibility), Gresik: Fascho Publishing,
2007.
* Disampaikan pada “Semiloka Peran dan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional
Perusahaan Perspektif Hak Asasi Manusia”, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi
Manusia Riau Pekanbaru tanggal 23 Februari 2008.
** Mendapat Sarjana Hukum dari USU (1983),
Magister Hukum dari Universitas Indonesia (1994), Doktor dari Universitas
Indonesia (2001), Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU, Dosen Fakultas
Hukum USU Medan, tahun 1987– sekarang, Dosen Pascasarjana Hukum USU Medan,
tahun 1999–sekarang, Dosen Magister Manajemen Pascasarjana USU Medan, tahun
2002, Dosen Magister Kenotariatan Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen
Magister Hukum Pascasarjana Univ. Pancasila Jakarta, tahun 2001–sekarang, Dosen
Magister Hukum Pascasarjana Univ. Krisnadwipayana Jakarta, tahun 2001–sekarang,
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, tahun 1997–2000). Penguji
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia, tahun 2002-sekarang. Dosen
pada Program Pascasarjana IAIN Medan, 2007. Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum
Militer, 2005 – sekarang, Ketua Program Studi Magister Ilmu HUkum Sekolah
Pascasarjana USU, Tahun 2001-2006, Ketua Program Studi Pascasarjana Hukum
(S2&S3), tahun 2006- sekarang.
[1] Lihat. Manuel G. Velasquez, “Business
Ethics Consepts and Cares”, (London : Prentice Hall International, 2002), hal.
8-13
[3] K. Bertens, “Pengantar Etika Bisnis”,
(Yogyakarta : Kanisus, 2000), hal. 238.
[4] A. Sonny Keraf, “Etika Bisnis Tuntutan
dan Relevansinya”, (Yogyakarta : Kanisus, 2002), hal. 123
[6] Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate
Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause,
John Wiley and Sons, Inc, Hoboken, New Jersey, 2005, hal. 3
[7] Yusuf Wibisono, Membedah Konsep &
Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility), Gresik, Fascho
Publishing, 2007, hal.7.
[8] Kotler, Op.Cit, hal.6.
[21] Business for Social Responsibility adalah
suatu organisasi non-profit global, yang usahanya adalah memberikan informasi,
instrument, pelatihan-pelatihan dan jasa konsultasi yang menyangkut Corporate
Social Responsibility.
[22] Kotler, Op.Cit, hal.12.
[24] Pasal 15 Undang-undang No.25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal
[25] Penjelasan atas Pasal 15(b) Undang-undang
No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
[26] Pasal 74 Undang-undang No.40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
[27] Pasal 74 ayat (3) Undang-undang No.40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
[28] Kotler, Op.Cit, hal.6.