Yolenta Flonsari
1EB25
27212851
BAB 5 STRUKTUR
PRODUKSI, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
STRUKTUR PRODUKSI, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
1.
Struktur Produksi
Struktur
produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara
beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir,
yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi
nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan
ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri
dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri
dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan
perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung
mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder
dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
·
Sifat manusia
dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang
pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
·
Perubahan teknologi yang terus-menerus,
dan
·
Semakin
meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur
produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh
peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan semakin
meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau kedua,
struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju
sektor sekunder.
2.
Pendapatan Nasional
a.
Pengertian Dari Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga
(RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu
periode,biasanya selama satu tahun.
b.
Cara Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi (GDP)
GDP (Gross Domestic Product) atau Produksi Domestik Bruto adalah pendapatan
nasional yang nilainya dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan
produksi yang dilakukan oleh semua pelaku/sektor ekonomi di wilayah Indonesia,
dalam kurun waktu tertentu.
c.
Cara Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi
nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara
(nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk
hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
d.
Cara Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pendapatan (NI)
NI (National Income) adalah pendapatan nasional yang nilainya didapat
dengan cara menjumlahkan semua hasil atau pendapatan yang diperolehsemua pelaku
atau sektor ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu tertentu.
Rumus : NI
= GNP – Depresiasi – Pajak tidak langsung
NI = GDP – Depresiasi
– Pajak tidak langsung
e.
Pendapatan Naional Yang Dapat Dibelanjakan (Y Disposible)
Yang dimaksud dengan pendapatan nasional (Y) disposible adalah pendapatan nasional yang telah siap untuk
dibelanjakan. Nilai Y disposible ini berasal dari NI (National Income) setelah
ditambah dengan pengeluaran pemerintah berupa transfer atau subsidi dan
kemudian dikurangi dengan pajak langsung yang ditetapkan pemerintah. Jika
ditulis dalam rumus, nilainya diperoleh dari :
Y disposible
= NI + Tr –Tx langsung, dimana
Tr = Goverment
Transfer, subsidi pemerintah
Tx= Pajak Langsung
f.
Pendapatan Nasional per Kapita
Pendapatan Nasional
Per Kapita yaitu Pendapatan Nasional dibagi dengan (GNP atau
GDP) dengan jumlah penduduk di suatu negara.
3.
Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan
a.
Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia
Masalah besar yang
dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi
pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak
meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang
merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah
tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang
dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan
pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang,
namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya
terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka
kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi
oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka
kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara maju
menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative
kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu
sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah
ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi
permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang
telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun
pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan
pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan
sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia
serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan
pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut,
justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara
bersangkutan.
Perbedaan pendapatan
timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor
produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok
masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh
pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan
pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui
proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian
menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis
tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat
timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi.
Penetapan pajak
pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya
tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah,
asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut
apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin
tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda
pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses
redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk
Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap
distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak
selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi
pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin
besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas
distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang
sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
b.
Analisis Distribusi Pendapatan
(1.) Distribusi Ukuran (personal
distribution of income)
Distribusi pendapatan
perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran
pendapatan (size distribution of income)
merupakan indikator yang paling sering
digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah
penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
Yang diperhatikan di
sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli
dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang,
hadiah ataupun warisan.
Lokasi sumber
penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi
sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.
(2.) Kurva Lorenz
Sumbu horisontal
menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik
20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin)
yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60
terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang
paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah
penduduk.
Sumbu vertikal
menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing
persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga
berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal)
sama panjangnya.
Setiap titik yang
terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya
(persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau
populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen
pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.
Titik yang terletak
pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional
yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
Garis diagonal
merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam
distribusi ukuran pendapatan.
(3.) Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
Pengukuran tingkat
ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada
suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak
antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di
mana kurva Lorenz itu berada.
(4.) Koefisien Gini dan Ukuran
Ketimpangan Agregat
Pengukuran tingkat
ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada
suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak
antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di
mana kurva Lorenz itu berada.
Koefisien Gini adalah
ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat
(secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna)
hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Angka ketimpangan
untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal
tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
Untuk negara-negara
yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata),
berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
c.
Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Konteks Pembangunan Ekonomi Indonesia Selama
Ini
Simon Kuznets (1955)
membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula
ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata,
namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi
pendapatan makin merata.
Referensi :
f)
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/struktur-produksi-distribusi-pendapatan-dan-kemiskinan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar